Teori Belajar Humanistik

Humanistik berasal dari kata latin humanitas (pendidikan manusia) dalam bahasa Yunani disebut Paideia, pendidikan yang didukung oleh manusia-manusia yang hendak menempatkan seni liberal yang dijadikan materi atau sarana utamanya (Abidin, 2002:27). Kata humanistik pada hakikatnya berbentuk kata sifat yang menitikberatkan pada pendekatan di dalam pendidikan (Mulkhan, 2002:95). Pendidikan humanistik memfokuskan pada pendidikan yang menjalin komunikasi dan relasi personal antara pribadi-pribadi dan kelompok di dalam komunitas sekolah (Arbayah, 2013). Dengan demikian hakikat pendidikan sesungguhnya untuk mengembangkan harkat dan martabat manusia (human dignity) atau memperlakukan manusia sebagai humanizing human sehingga menjadi manusia sesungguhnya (Armiati, 2016).

Menurut Alauddin (2015) teori belajar humanistik adalah teori belajar yang membantu peserta didik untuk senang belajar pada suatu objek atau materi pelajaran yang berhubungan dengan aspek-aspek kemanusiaan. Tujuan belajarmenurut aliran humanistik untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika peserta didik memahami lingkungan dan dirinya sendiri (Arbayah, 2013). Oleh sebab itu pendidikan dalam pandangan teori belajar humanistik mampu mengakomodasi semua kepentingan stakeholder dalam dunia pendidikan. Hal ini karena pendidikan humanistik ditafsirkan sebagai pendidikan yang diarahkan untuk semua komponen pendidikan, yang tidak hanya berorientasi pada humanisme siswa tetapi juga pada guru (Riyanton, 2015).

Menurut Yasin (2017) teori humanistik memandang proses belajar ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan apa yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori belajar humanistik lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Menurut Rofikoh (2014) pembelajaran humanistik memberi kebebasan kepada peserta didik untuk mengungkapkan pendapat. Guru sebagai tenaga pendidik tidak berhak mencela atau mengkritik peserta didik, karena peserta didik diperlakukan sebagai subjek dan bukan sebagai objek pembelajaran. Dengan demikian melalui pembelajaran humanistik peserta didik diharapkan aktif dalam belajar dalam mengembangkan potensi dirinya.

 

Tokoh-Tokoh Teori Belajar Humanistik

1.Arthur Combs

Arthur Combs merupakan salah satu tokoh aliran humanistik yang menyumbangkan pemikirannya berkaitan tentang dunia pendidikan. Arthur Combs (1912-1999) bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mengemukakan konsep meaning (makna atau arti) dalam proses belajar. Menurut konsep meaning (makna atau arti) belajar terjadi apabila mempunyai arti bagi individu tersebut. Maksudnya guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan peserta didik, Misalnya peserta didik tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena mereka bodoh tetapi karena terpaksa dan merasa tidak ada alasan yang penting mempelajari pelajaran tersebut (Wigati dan Muhtarom, 2017). Oleh sebab itu, seharusnya guru lebih memahami perilaku peserta didik dengan mencoba memahami persepsi peserta didik, sehingga apabila guru merubah perilaku peserta didik, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan peserta didik tersebut (Haris, 2016).

Menurut Combs untuk mengerti tingkah laku peserta didik, yang perlu dipahami adalah mengerti bagaimana dunia itu dilihat dari sudut pandang peserta didik. Pernyataan tersebut salah satu dari pandangan humanistik mengenai perasaan, persepsi, kepercayaan, dan tujuan tingkah laku inner (dari dalam) yang membuat peserta didik berbeda dengan peserta didik lainnya (Muniroh, 2011). Perasaan, persepsi, dan keyakinan termasuk dalam perilaku-perilaku batiniah yang menyebabkan peserta didik berbeda dengan peserta didik yang lain. Menurut Combs, perilaku yang keliru terjadi karena tidak adanya kesediaan seseorang melakukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai akibat dari adanya sesuatu lain yang lebih menarik. Maksudnya siswa malas belajar karena ada sesuatu yang lebih menarik di dalam pikirannya (di luar kelas mungkin menyenangkan). Hal ini menyebabkan peserta didik tidak semangat dalam belajar (siswa bosan). Untuk memecahkan masalah tersebut guru harus mengambil tindakan dengan cara mengadakan aktivitas-aktivitas yang menarik yang dapat merangsang semangat siswa dalam proses belajar (Rachmahana, 2008).

2. Abraham Maslow

Abraham Maslow dilahirkan di New York pada tahun 1908 dan meninggal tahun 1970. Teori Maslow yang terkenal yaitu teori Hierarchy of Needs atau hirarki kebutuhan. Teori ini dapat diterapkan pada semua ilmu pengetahuan, termasuk ilmu pendidikan. Abraham Maslow dianggap sebagai bapak psikologi humanistik yang menggabungkan aspek-aspek psikologi behavioral dan psikologi psikoanalistik. Menurut Maslow manusia mempunyai kemampuan unik untuk membuat pilihan dan melaksanakan pilihan tersebut (Mendari, 2010). Berdasarkan teori hirarki kebutuhan, Maslow menjelaskan beberapa kebutuhan dapat memotivasi seseorang (peserta didik).

Maslow mengungkapkan terdapat dua macam kebutuhan dalam diri seseorang, yaitu kebutuhan dasar dan kebutuhan untuk bertumbuh (berkembang). Teori Hirarki kebutuhan menjelaskan bagaimana seseorang berperilaku untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara bertingkat, yaitu dimulai dari kebutuhan pada tingkat yang paling rendah, paling dasar, dan kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi (Choirudin, 2013)

Menurut Ansyar (2015:186) teori hirarki kebutuhan Maslow terbagi atas lima bagian, yaitu (1) kebutuhan fisiologis (physiological needs) seperti, kebutuhan makanan, minuman, tempat tinggal, istirahat, dan udara, (2) kebutuhan rasa aman (safety needs) seperti, keamanan, stabilitas, proteksi, kebebasan dari rasa takut dan cemas, (3) kebutuhan atas kasih sayang (love and belonging needs) seperti kebutuhan disayangi orang tua, saudara, teman, dan masyarakat, (4) kebutuhan berprestasi (esteem needs), seperti kebutuhan untuk menghargai diri sendiri serta diakui oleh orang lain, dan (5) kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs) seperti kebutuhan yang ingin menjadikan diri sendiri sebagai pribadi yang lebih baik. Menurut Maslow hirarki kebutuhan merupakan suatu pola yang tipikal dan bisa dilaksanakan pada hampir setiap waktu. Pemenuhan kebutuhan yang satu  menimbulkan getaran pada kebutuhan yang lain. Setiap orang (peserta didik) mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda (Mendari, 2010)

3. Carl R. Rogers

Carl R. Rogers merupakan anak keempat dari pasangan Walter dan Julia Cushing, Rogers lahir pada tanggal 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinios, Chicago, (Ratu, 2014). Carl R. Rogers seorang ahli psikologi humanistik yang gagasan-gagasannya berpengaruh terhadap pikiran dan praktek pendidikan (Sudiarta, Sukadi, dan Tegeh, 2014). Di dalam konsep belajar, Rogers mengutarakan pendapatnya tentang prinsip-prinsip belajar yang humanistik. Prinsip-prinsip tersebut meliputi hasrat untuk belajar, belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman, belajar atas inisiatif sendiri, dan belajar untuk perubahan (Anam, 2014). Belajar dalam pandangan Rogers bertumpu pada prinsip kebebasan dan perbedaan individu (peserta didik) dalam pendidikan. Oleh sebab itu peserta didik akan lebih mengenal dirinya, menerima dirinya, dan merasa bebas dalam memilih dan berbuat menurut individualitas dengan penuh tanggung jawab (Hanafy, 2014).

Menurut Rogers, teori humanistik menekankan emotional process dan bukan pada intelectual process. Maksudnya bukan apa yang dipikirkan atau dilakukan peserta didik, tetapi bagaimana peserta didik mengalami dan merasakan kehidupannya (Atamimi, 2015). Pendidikan bukan sekadar aktivitas yang di dalamnya terjadi transfer ilmu, tetapi pendidikan dapat membuat peserta didik mampu mengembangkan dan mengeksplorasi potensi diri, kecerdasan emosi, dan makna eksistensi dalam masyarakat (Manurung, 2012). Hal ini karena peserta didik tidak hanya belajar di kelas, tetapi juga belajar di lingkungan keluarga dan lingkungan tempat tinggal. Peserta didik tidak hanya belajar dari buku, tetapi juga belajar dari alam sekelilingnya. Oleh sebab itu, guru sebagai tenaga pendidik harus jeli memilih bahan ajar yang sarat dengan nilai-nilai akhlak dan moral. Dalam proses pembelajaran, guru mesti menggunakan metode yang melatih peserta didik menjadi individu yang humanistik dengan mengapresiasi nilai-nilai lokal yang mendidik, positif, dan berbudi luhur (Manurung, 2012).

Teori belajar humanistik yang dikemukakan oleh Rogers menitikberatkan pada metode student-centered dengan menggunakan komunikasi antar pribadi yang berpusat pada peserta didik dalam mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya (Wahyudin, 2009). Oleh sebab itu peran guru dalam kegiatan belajar sebagai fasilitator yang dapat membantu peserta didik dalam memahami suatu pelajaran. Menurut Yanasari (2016), peran guru dalam membantu peserta didik yang dikemukakan oleh Roger, sebagai berikut: (1) guru membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar peserta didik bersikap positif terhadap belajar, (2) guru membantu peserta didik untuk memperjelas tujuan belajar dan memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk belajar, (3) guru membantu peserta didik dalam memanfaatkan impian dan cita-citanya sebagai salah satu kekuatan untuk mendorong peserta didik dalam belajar, (4) guru menyediakan berbagai sumber belajar kepada peserta didik, dan (5) guru menerima pertanyaan dan pendapat peserta didik dalam memahami suatu masalah pada proses belajar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com