Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan” (menurut Laporan Brundtland dari PBB, 1987). Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable development. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.
Terkait dengan agenda pembangunan, pembangunan saat ini diarahkan pada pembangunan berkelanjutan dimana Word Commision on Environment and development (WCED), yaitu Komisi Sedunia Lingkungan Hidup dan pembangunan telah mensyaratkan bahwa dalam pembangunan harus meningkatkan produksi dengan cara yang ramah lingkungan serta menjamin terciptanya kesempatan yang merata dan adil bagi semua orang dimana taraf hidup masyarakat ditingkatkan dengan cara yang tidak merusak lingkungan hidup. Pembangunan diharapkan mengacu kepada pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan menuju terbentuknya green globe (bumi yang hijau/lestari).
Berkaitan dengan hal di atas, proses pembangunan di Indonesia memang mampu memberikan sumbangan yang signifikan pada pertumbuhan ekonomi, namun menimbulkan masalah, antara lain masalah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang beracun dan berbahaya yang berdampak pada kesehatan manusia dan lingkungan.Maka tidaklah keliru jika kondisi tersebut mendorong munculnya chemopobia dari masyarakat yang menganggap kimia sebagai racun dan penyebab timbulnya pencemaran lingkungan.
Memperhatikan kondisi di atas, dewasa ini para ahli kimia melakukan usaha untuk mencari bahan dasar yang tidak berbahaya dan mengubah proses proses kimia dalam industri menjadi lebih aman dan lebih bersih. Usaha tersebut lebih dikenal dengan nama green chemistry. Sebagai bidang kajian kimia yang relatif baru, green chemisty memfokuskan kajiannya pada penerapan sejumlah prinsip kimia yaitu dalam merancang, menggunakan atau memproduksi bahan kimia untuk mengurangi pemakaian atau produksi zat berbahaya. Bidang kajian ini mencakup konsep dan pendekatan yang efektif untuk mencegah pencemaran, karena penerapan metode pemecahan masalah secara ilmiah dan inovatif terhadap bahaya pencemaran akibat bahan kimia beracun langsung pada sumbernya.
Salah satu peran kimia hijau adalah mendukung 17 agenda pembangunan berkelanjutan hingga tahun 2030 yang dicanangkan PBB. Ke-17 agenda tersebut dapat kalian simak pada gambar di bawah ini :
Dari ke-17 agenda tersebut, prinsip kimia hijau terintegrasi dalam tiga agenda pembangunan berkelanjutan 2030 yaitu agenda nomor 3, 6, 7, 13, 14, dan 15. Hidup sehat dan sejahtera bagi semua manusia di bumi tentu karena lingkungan yang aman dan bebas bahan-bahan berbahaya.
Prinsip nomor 7 dari kimia hijau adalah penggunaan sumber energi yang dapat diperbaharui. Indonesia telah berupaya untuk menerapkan prinsip ini yaitu dengan cara mengurangi ketergantungan terhadap sumber energi fosil untuk menjaga kelestarian lingkungan. Dalam hal ini Presiden Joko Widodo mengakselerasi penerapan Biosolar 30 (B30) yang dimulai pada penghujung tahun 2019. Kini pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi mengimplementasi B30 di Indonesia. Biosolar B30 sebagai bahan bakar nabati untuk mesin atau motor disel adalah lanjutan dari Biosolar 20.