1. Pengukuran
a. Batasan Pengukuran
Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari semua orang pasti selalu melakukan pengukuran, misalnya mengukur waktu, kecepatan, jarak, berat, suhu, dan sebagainya. Hasil pengukuran tersebut selalu diikuti dengan satuan sesuai dengan karakteristik obyek yang diukur sehingga memberikan informasi yang bermakna. Tanpa ada satuan yang mengikuti hasil pengukuran maka informasi yang diperoleh tidak memberikan makna apa-apa. Intinya bahwa dalam melakukan pengukuran suatu obyek ukur diperlukan pengetahuan dan keterampilan menggunakan peralatan ukur dan kemampuan menginterpretasikan hasil pengukurannya.
Demikian juga halnya dengan pengukuran hasil belajar. Batasan pengukuran (measurement) telah banyak dikemukakan oleh para ahli di bidang asesmen pembelajaran. Secara garis besar, pengukuran adalah proses pemberian angka atau bentuk kuntitatif pada objek-objek atau kejadian-kejadian menurut sesuatu aturan yang ditetapkan.Artinya, proses pemberian bentuk kuantitatif dalam pengukuran dilakukan atas dasar ketentuan atau aturan yang sudah disusun secara cermat. Dengan demikian, bentuk angka atau bilangan yang dikenakan kepada objek yang diukur dapat mempresentasikan secara kuantitatif sifat-sifat objek tersebut. Berdasarkan deskripsi di atas dapat dikemukakan bahwa pengukuran pada padasarnya adalah proses memberi bentuk kuantitatif pada atribut seseorang, kelompok atau objek-objek lainnya berdasarkan aturan-aturan atau formulasi yang jelas. Artinya, dalam memberiangka atau sekor pada subjek, objek atau kejadian harus menggunakan aturan-aturan atau formula yang jelas dan sudah disepakati bersama.Hal ini dimaksudkan agar angka atau sekor yang diberikan betul-betul dapat menggambarkan kondisi yang sesungguhnya dari orang, obyek, kejadian yang diukur. Semakin jauh seseorang meninggalkan aturan-aturan pengukuran maka semakin besar kesalahan pengukuran yang terjadi.
b. Skala Penggukuran
Karakteristik utama dalam proses pengukuran adalah adanya penggunaan angka (sekor) atau skala tertentu dan dalam menentukan angka tersebut didasarkan atas aturan atau 2 formula tertentu. Skala atau angka dalam pengukuran dapat diklasifikasikan kedalam 4 (empat) kategori, yaitu: skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala rasio.
Skala nominal adalah skala yang bersifat kategorikal, jenis datanya hanya menunjukkan perbedaan antara kelompok satu dengan kelompok lainnya, misalnya, jenis kelamin, golongan, organisasi, dan sebagainya. Sebagai contoh, golongan darah hanya dapat membedakan antara golongan darah A dan B, tetapi tidak bisa dikatakan bahwa golongan darah A lebih baik dari pada B. Jika golongan darah A diberi sekor 1 dan B diberi sekor 2 tidak berarti bahwa golongan darah B dengan simbol angka 2 lebih dari pada golongan dara A dengan simbol angka 1.
Skala ordinal adalah skala yang menunjukkan adanya urutan atau jenjang tanpa mempersoalkan jarak antar urutan tersebut. Misalnya, prestasi peserta didik ranking 1, 2 dan 3. Ranging1 tidak berarti dua kali kecerdasan ranking 2, atau 3 kali kecerdasan ranking 3. Jarak kecerdasan antara peserta didik ranking 1 dan ranking 2 tidak sama dengan jarak kecerdasan antara peserta didik ranking 2 dan ranking 3, dan seterusnya.
Skala interval adalah skala yang menunjukkan adanya jarak yang sama dari angka yang berurutan dari yang terendah ke tertinggi dan tidak memiliki harga nol mutlak, artinya harga 0 yang dikenakan terhadap sesuatu obyek menunjukkan bahwa nilai atau harga 0 tersebut ada (dapat diamati keberadaannya). Contoh sederhana skala interval misalnya, ukuran panjang suatu bendadalam satuan meter. Selisih jarak antara 1 meter dan 2 meter adalah sama dengan selisih jarak antara 3 meter dan 4 meter, dan seterusnya. Ukuran untuk suhu, selisih suhu antara -10C dan 00C adalah sama dengan selisih suhu antara 00 C dan 10 C.
Skala rasio pada dasarnya sama dengan skala interval, bedanya skala rasio memiliki harga nol mutlak, artinya harga 0 tidak menunjukkan ukuran sesuatu (tidak ada). Misalnya, tinggi badan A 100 cm, tidak ada tinggi badan yang 0 cm. Berat badan 100 kg, tidakada berat badan 0 kg.Dalam kegiatan pengukuran, hasil pengukuran terhadap keberhasilan belajar peserta didik selalu dinyatakan dalam bentuk angka yang menggunakan skala angka dari 0 sampai dengan 10 atau dari 0 sampai dengan 100. Ketentuan kapan memberi angka 6,5 atau 65 pada hasil belajar seseorang harus didasarkan atas formula yang sudah disepakati. Formula ini harus bersifat terbuka sehingga diketahui oleh orang diukur. Untuk keperluan pendeskripsian terhadap hasil belajar, skala angka tersebut selanjutnya dijabarkan dalam bentuk kualitatif.
c. Kesalahan Pengukuran
Dalam proses pengukuran hasil belajar selalu melibatkan empat faktor yakni sipembuat alat ukur, individu/obyek yang diukur, alat ukur, dan lingkungan. Dengan demikian, dalam proses pengukuran selalu terjadi kesalahan pengukuran. Hal ini menunjukkan bahwa baik tidaknya hasil pengukuran sangat tergantung pada keempat faktor tersebut. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil pengukuran yang memiliki kesalahan pengukuran sekecil mungkin perlu memperhatikan keempat faktor di atas. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1) Si pembuat alat ukur harus memiliki kompetensi dalam mengembangkan dan menyusun alat ukur, mengoreksi hasil pengukuran, dan menginterpretasi hasil pengukuran.
2) Alat ukur harus memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas yang baik. Alat ukur berbentuk tes juga harus memenuhi persyaratan tingkat kesukaran, daya beda, dan keberfungsian pengecoh.
3) Individu yang diukur yang harus dalam kondisi yang baik, baik dari segi pisik maupun mental.
4) Lingkungan sekitar tempat dilakukan pengukuran harus kondusip sehingga tidak mengganggu kenyamanan proses pengukuran.
2. Penilaian
a. Batasan Penilaian
Istilah penilaian (assessment) sering disamaartikan dengan evaluasi (evaluation). Beberapa ahli mengatakan bahwa terdapat kesamaan pengertian antara evaluasi dan penilaian, namun para ahli lainnya menganggap bahwa kedua hal itu berbeda. Penilaian adalah proses pengumpulan informasi secara sistematis berkaitan dengan belajar siswa, pengetahuan, keahlian, pemanfaatan waktu, dan sumber daya yang tersedia dengan tujuan untuk mengambil keputusan mengenai hal-hal yang mempengaruhi pembelajaran peserta didik. Penilaian adalah penggunaan berbagai macam teknik untuk mengumpulkan data yang digunakan sebagai dasar pertimbangan pengambilan keputusan berkaitan dengan tingkat kemajuan belajar dan hasil pembelajaran.
Berdasarkan uraian- uraian di atas dapat dideskripsikan batasan penilaian sebagai berikut. Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan bentuk kualitatif kepada atribut atau karakteristik seseorang, kelompok, atau objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Penilaian merupakan kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan hasil pengukuran. Penilaian adalah proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang
diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan instrumen tes maupun non tes.
Contoh hasil penilaian adalah penetapan lulus dan tidak lulus, kompeten dan tidak kompeten, baik dan tidak baik, memuaskan dan tidak memuaskan, dan sebagainya.
Secara garis besar, penilaian dapat dibagi menjadi dua, yaitu penilaian formatif dan penilaian sumatif. Penilaian yang bersifat formatif dilakukan dengan maksud untuk mengetahui sejauhmanakah suatu proses pembelajaran berlangsung sudah sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang sudah direncanakan. Dengan kata lain, penilaian formatif dilakukan untuk mengetahui sejauhmanakah peserta didik menguasai materi ajar yang sudah disampaikan pada setiap kali pelaksanaan proses pembelajaran. Penilaian formatif dapat dilakukan pada setiap tatap muka atau beberapa kali tatap muka pada penyampaian materi pokok bahasan atau sub pokok bahasan. Penilaian yang bersifat sumatif dilakukan untuk mengetahui sejauhmanakah peserta didik telah menguasai materi ajar dalam periode waktu tertentu sehingga peserta didik dapat melanjutkan atau pindah ke unit pembelajaran berikutnya.
b. Acuan Penilaian
Dalam kegiatan penilaian pembelajaran dapat merujuk pada dua macam acuan yakni penilaian acuan norma (norm reference test) dan penilaian acuan kriteria/patokan (criterion reference test). Perbedaan utama antara kedua acuan tersebut adalah pada penafsiran skor hasil tes. Dengan demikian, informasi yang diperoleh memiliki makna yang berbeda satu sama lain. Kedua acuan tersebut menggunakan asumsi yang berbeda dalam melihat kemampuan seorang peserta didik. Penilaian acuan norma memiliki asumsi bahwa kemampuan belajar peserta didik adalah berbeda dengan peserta didik lain yang diukur dalam waktu yang sama. Pada acuan ini dapat dilihat posisi tiap peserta didik dibandingkan dengan kondisi kelompok dalam satu kelas. Dengan menggunakan rerata sekor dan simpangan baku nilai kelompok maka hasil penilaian dapat diaplikasikan pada analisis dengan menggunakan konsep distribusi normal.Penilaian acuan kriteria/patokan berasumsi bahwa kemampuan belajar semua peserta didik adalah sama untuk periode waktu yang berbeda. Tingkat kemampuan belajar antar peserta didik berbeda, ada yang relatif cepat dapat menyerap materi ajar, tetapi ada juga yang membutuhkan waktu yang relatif lebih lama. Hal ini membawa implikasi bahwa untuk membuat kemampuan semua peserta didik dalam satu kelas relatif sama atau memenuhi kriteria minimal diperlukan upaya-upaya pembelajaran yang relevan. Salah satu program pembelajaran yang digunakan untuk membawa peserta didik memiliki kompetensi memenuhi kriteria minimal adalah program remidial.
c. Prinsip-Prinsip Penilaian
Dalam melaksanakan kegiatan pelaksanaan penilaian hasil belajar peserta didik perlu diperhatikan kaidah-kaidah penilaian yang baik dan tepat.Untuk itu, penilaian hasil belajar harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: obyektip, terpadu, sistematis, terbuka, akuntabel, menyeluruh dan berkesinambungan, adil, valid, andal, dan manfaat. Obyektip dimaksudkan bahwa penilaian harus sesuai dengan kriteria atau ketentuan sudah ditetapkan dan tidak dipengaruhi faktor subyektivitas penilai atau pertimbangan-pertimbangan lain yang tidak ada kaitannya dengan penilaian. Terpadu dimaksudkan bahwa penilaian harus memperhatikan dan memadukan kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik, baik yang menyangkut belajar pada ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Sistematis artinya, penilaian harus dilakukan secara terencana dan mengikuti tahapan-taahaapan yang baku. Terbuka diartikan bahwa penilaian harus terbuka bagi siapa saja sehingga tidak ada hal-hal yang dirahasiakan dalam memutuskan hasil penilaian.Akuntabel diartikan bahwa penilaian yang sudah direncanakan dan dilakukan harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang disepakati.Menyeluruh dan berkenambungan dimaknai bahwa setiap kegiatan penilaian harus memperhatikan semua aspek kompetensi dan bentuk penilaian yang tepat sehingga mampu menilai perkembangan kompetensi peserta didik. Adil dimaksudkan bahwa dalam penilaian harus menguatamakan keadilan sehingga tidak ada peserta didik yang diuntungkan atau merasa dirugikan dilihat dari aspek apapun. Valid adalah bahwa penilaian harus mampu mengukur kompetensi hasil belajar sesuai dengan indikator yang sudah ditetapkan sehingga penilaian tersebut tepat sasaran. Andal diartikan penilaian harus dapat dipercaya dan memberikan hasil yang stabil pada pengukuran berulang. Manfaat artinya bahwa penilaian harus dapat memberikan nilai tambah, memberi kebermaknaan, dan kebermanfaatan khususnya bagi peserta didik.
d. Bentuk Penilaian
Untuk memperoleh data hasil penilaian yang akurat, otentik dan bermakna, maka pendidik dapat menggunakan berbagai teknik penilaian secara komplementer (saling melengkapi) sesuai dengan kompetensi yang dinilai. Dengan mengkombinasikan berbagai teknik penilaian akan memberikan informasi yang lengkap tentang hasil belajar yang sesungguhnya. Beberapa bentuk penilaian yang bisa digunakan antara lain: tes kinerja sering juga disebut tes unjuk kerja (performance test), observasi, tes tertulis, tes lisan, penugasan, portofolio, wawancara, tes inventori, jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar teman.
3. Tes
a. Batasan Tes
Untuk dapat melaksanakan pengukuran diperlukan alat untuk mengukur yaitu tes. Tes adalah sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang memiliki jawaban yang benar. Pertanyaan atau pernyataan tersebut menuntut adanya keharusan orang yang diuji untuk menjawab dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu dari orang yang diuji tersebut. Dalam menjawab pertanyaan atau pernyataan tersebut harus mengikuti aturan-aturan atau petunjuk yang sudah dirumuskan. Tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis untuk mengukur karakteristik orang atau obyek tertentu dengan ketentuan atau cara yang sudah ditentukan.
b. Macam-Macam Tes
Secara umum tes dapat dipilahkan kedalam bentuk tes penampilan atau unjuk kerja (performance test), tes lisan, dantes tulis. Tes penampilan adalah tes dalam bentuk tindakan atau unjuk kerja untuk mengukur seberapajauh seseorang dapat melakukan sesuatu tugas atau pekerjaan sesuai dengan standar atau kriteria yang ditetapkan. Misalnya tes keterampilan dalam mengoperasikan alat atau peralatan seperti komputer, peralatan produk teknologi, memperagakan gerakan, dan kegiatan belajar lain yang sejenis. Dengan menggunakan tes penampilan atau tes keterampilan maka dapat diketahui secara langsung tingkat atau kualitas keterampilan peserta didik yang sudah dirumuskan dan ditetapkan dalam kompetensi dasar. Di samping itu, tes keterampilan atau tes praktek dapat berfungsi sebagai media belajar untuk mengurangi kejenuhan. Namun demikian, penggunaan tes keterampilan akan menghadapi kendala jika peralatan yang digunakan tidak memadai untuk mendukung pelaksanaan tes itu sendiri. Dilihat dari segi biaya, tes keterampilan relatif mahal manakala dibutuhkan kelengkapan fasilitas tes keterampilan yang lebih kompleks.
Tes lisan (oral test) yang dilaksanakan secara lisan, soal atau pertanyaan diberikan secara lisan dan jawaban yang diberikan juga dinyatakan secara lisan. Tes tulis (written test) adalah tes yang dilaksanakan secara tertulis, pertanyaan atau soal dinyatakan secara tertulis dan jawaban yang diberikan oleh peserta tes juga dinyatakan secara tertulis. Tes tulis dapat dikelompokkan menjadi dua yakni tes bentuk uraian (essay test) dan tes bentuk obyektif (objective test). Tes bentuk uraian adalah tes yang jawabannya tidak disediakan pada lembar soal, tetapi harus diungkap atau diberikan sendiri oleh peserta tes. Pengungkapan jawaban oleh peserta tes sangat bervariasi dilihat dari sisi gaya bahasa dan keluasan lingkup jawaban. Berdasarkan sifat jawaban inilah maka tes bentuk uraian dapat dipilah menjadi uraian bebas dan uraian terbatas. Tes uraian bebas memberi keleluasaan pada peserta tes untuk mengungkapkan secara panjang lebar jawaban yang diberikan. Tes uraian terbatas membatasi peserta tes dalam menjawab berdasarkan aspek-aspek tertentu dari materi yang diujikan.
Tes bentuk obyektip adalah yang jawabannya disediakan oleh pembuat soal, peserta tes hanya memilih jawaban yang benar dengan cara memberi tanda silang (X), tanda centang (V), atau lingkaran (O). Secara umum tes bentuk obyektip dapat dipilahkan menjadi dua yaitu tes menyajikan (supply test) dan tes pilihan (selection test). Tes bentuk pilihan (selection test) dapat dipilah menjadi benar – salah (true – false), menjodohkan (matching test), pilihan ganda (multiple choice), tes analogi (analogy test), dan tes menyusun kembali (rearrangement test) .
Tes menyajikan (supply test) adalah tes yang pertanyaan atau soalnya disusun sedemikian rupa dengan maksud agar peserta tes memberikan jawaban cukup dengan satu atau dua kata saja. Tes bentuk pilihan (selection test) adalah tes yang formatnya disusun sedemikian rupa yang mengharuskan peserta tes menjawab dengan cara memilih alternatif jawaban yang disediakan dengan memberi tanda sesuai petunjuk. Tes bentuk pilihan ini dapat disusun dalam bentuk benar-salah, menjodohkan, dan pilihan ganda.Tes benar-salah (true-false) adalah bentuk tes yang soal atau pertanyaannya berupa pernyataan. Pernyataan tersebut dapat berupa pernyataan yang benar dan pernyataan yang salah. Peserta tes diminta untuk merespons pernyataan tersebut dengan cara memberi tanda atau memilih huruf B jika pernyataan benar dan memberi tanda atau memilih S jika pernyataan salah.Tes menjodohkan (matching test) adalah format tes yang disusun dalam dua bagian yaitu bagian pertanyaan atau pernyataan dan bagian jawaban.Tes pilihan ganda adalah bentuk tes yang disusun berupa pertanyaan sebagai pokok soal (stem) dan alternatif pilihan jawaban. Alternatif pilihan jawaban dapat terdiri tiga, empat, atau lima. Peserta tes diminta memilih satu jawaban yang benar dari alternatif jawaban yang disediakan dengan cara memberi tanda sesuai dengan petunjuk. Tes pilihan ganda ini dapat dipilah menjadi pilihan ganda, pilihan ganda sebab – akibat, pilihan ganda analisis kasus, pilihan ganda kompleks, dan pilihan ganda membaca diagram/grafik/peta. Tes analogi (analogy test) adalah jenis tes bentuk obyektif yang disusun sedemikian rupa dimana dalam menjawab pertanyaan atau pernyataan peserta tes diminta memilih bentuk yang sesuai dengan pernyataan sebelumnya. Tes menyusun kembali (rearrangement test) adalah jenis tes obyektif yang disusun sedemikian rupa sehingga format pernyataan atau pertanyaan tersusun dalam kalimat yang tidak teratur. Dalam tes jenis ini peserta tes diminta untuk menyusun kembali rangkaian kalimat yang tidak teratur tersebut menjadi urutan pengertian atau proses yang benar.
c. Kelebihan dan Kelemahan antara Tes Uraian dan Tes Obyektip
Kelebihan tes bentuk uraian
1) Mengembangkan kemampuan dalam menyusun kalimat yang baik.
2) Menjawab soal dengan ekspresi pikiran tanpa menebak.
3) Mengukur kemampuan yang lebih kompleks.
4) Mengembangkan daya nalar peserta tes.
5) Mengembangkan dan menyusun soal relatif mudah.
6) Memudahkan dalam melacak proses berpikir peserta tes berdasarkan jawaban yang diberikan.
Kelemahan tes bentuk uraian
1) Materi terbatas sehingga validitas isi rendah.
2) Proses koreksi relatif lama dan cenderung bersifat subyektip.
3) Jawaban yang diberikan peserta tes tidak terkait dengan pertanyaan.
4) Proses koreksi hanya bisa dilakukan oleh si pembuat soal.
5) Tingkat reliabilitas relatif rendah.
6) Kemampuan peserta tes menyusun kalimat mempengaruhi kualitas jawaban.
7) Sifat soal cenderung hanya mengungkap pengetahuan yang dangkal.
Kelebihan tes bentuk obyektip
1) Lingkup materi yang diujikan luas sehingga dapat mewakili materi yang sudah diajarkan (representatif)
2) Tingkat validitas isi relatif tinggi
3) Proses koreksi dan penyekoran mudah dan obyektif;
4) Tidak memungkinkan peserta tes untuk mengemukakan hal-hal yang tidak berkaitan dengan pertanyaan
5) Informasi hasil tes dapat lebih cepat
6) Tingkat reliabilitas tinggi
7) Memungkinkan penyelenggaraan tes bersama pada wilayah yang luas.
Kelemahan tes obyektif
1) Tidak mengembangkan daya nalar peserta tes.
2) Peserta tes cenderung menjawab dengan jalan menerka.
3) Memungkinkan terjadinya kecurangan, saling menyontek.
4) Mengembangkan dan menyusun soal relatif sulit dan waktu lama.
5) Membutuhkan waktu untuk membaca soal dan jawabannya sehinnga mengurangi waktu ujian.
c. Fungsi Penilaian, Pengukuran, dan Tes
Penilaian, pengukuran, dan tes memiliki peran yang sangat penting dalam pelaksanaan program pembelajaran yang sudah dirancang dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dengan tes inilah seorang pendidik dapat melakukan kegiatan penilaian dan pengukuran terhadap tingkat daya serap peserta didik setelah mengikuti program pembelajaran. Dalam pendidikan dan pembelajaran tes memiliki banyak fungsi di antaranya fungsi untuk pengelolaan kelas, fungsi untuk program bimbingan, dan fungsi untuk administrasi.
Ditinjau dari aspek fungsi untuk pengelolaan kelas, hasil penilaian, pengukuran, dan tes dapat digunakan untuk hal-hal berikut seperti: diagnosis kesulitan belajar, evaluasi jarak antara bakat dan pencapaian, peningkatan pencapaian prestasi belajar, pengelompokkan peserta didik dalam belajar kelompok, pengembangan program pembelajaran inividual, memonitor peserta didik yang memerlukan bimbingan tambahan atau khusus. Ditinjau dari aspek fungsi untuk program bimbingan, hasil penilaian, pengukuran, dan tes dapat digunakan untuk hal-hal seperti berikut: fokus pembicaraan dengan orang tua tentang anak mereka, pengarahan dalam menentukan pilihan, membimbing peserta didik dalam pencapaian tujuan pendidikan dan program studi, membantu pembimbing, pendidik, dan orang tua dalam memahami kesulitan dan hambatan peserta didik.Berkaitan dengan aspek fungsi administrasi, hasil penilaian, pengukuran, dan tes dapat dimanfaatkan untuk hal-hal sebagai berikut: membuat petunjuk pengelompokkan peserta didik, penempatan peserta didik baru, penilaian kurikulum, membina dan memperluas kerjasama dengan masyarakat, menyediakan data atau informasi untuk pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan peserta didik dan sekolah.
4. Evaluasi
a. Batasan Evaluasi
Salah satu langkah penting yang harus dilakukan untuk mengetahui keberhasilan suatu program, baik dalam skala mikro maupun dalam skala makro, adalah evaluasi. Evaluasi merupakan kegiatan untuk menentukan mutu atau nilai suatu program yang di dalamnya ada unsur pembuatan keputusan. Evaluasi pada dasarnya merupakan kegiatan pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis melalui suatu pengukuran, yang selanjutnya data dianalisis dan hasil analisis data tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan berbagai alternatif keputusan atau kebijakan yang relevan.
Pelaksanaan program pendidikan melibatkan berbagai komponen seperti masukan, proses, hasil, sarana prasarana, dan lingkungan. Evaluasi program pendidikan dapat difokuskan pada komponen-komponen pendidikan tersebut sesuai dengan tujuan evaluasi. Secara umum, evaluasi program pendidikan dapat dikelompokkan menjadi evaluasi yang bersifat makro dan bersifat mikro. Evaluasi yang bersifat makro dikenakan pada pelaksanaan progam pendidikan yang dilaksanakan sekolah dalam rangka peningkatan kaulitas pembelajaran. Evaluasi yang bersifat mikro dikenakan pada pembelajaran di kelas, utamanya yang berkaitan dengan keberhasilanbelajar peserta didik.
Evaluasi merupakan salah satu komponen yang penting dalam pembelajaran, karena dari evaluasi akan diketahui tingkat keberhasilan belajar siswa dan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran. Evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi), pengolahan, penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
b. Tujuan Evaluasi
Tujuan utama adanya kegiatan evaluasi pada dasarnya adalah untuk meningkatkan bukan untuk membuktikan. Tujuan evaluasi pada hakekatnya adalah untuk memperoleh informasi yang tepat, terkini dan objektif terkait dengan penyelenggaraan suatu program yang dengan informasi tersebut dapat diambil suatu keputusan. Secara rinci tujuan evaluasi program pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Memutuskan seberapa jauh tujuan programberhasil dicapai.
2) Menyimpulkan tepat tidaknya program yang dilaksanakan.
3) Mengetahui besarnya biaya yang digunakan untuk pelaksanaan program.
4) Mengetahui kekuatan dan kelemahan pelaksanaan program pembelajaran.
5) Mengindentifikasi pihak-pihak yang memperoleh manfaat, baik maksimum maupun minimum.
6) Merumuskan kebijakan berkaitan dengan siapa yang harus terlibat pada program berikutnya.
c. Model Evaluasi
Setiap kegiatan atau program memiliki karakteristik yang berbeda dengan program lain. Untuk dapat mengevaluasi suatu program perlu memperhatikan model evaluasi yang digunakan agar hasil evaluasi tepat sasaran. Beberapa model yang telah dikembangkan adalah model Tyler, model Sumatif-Formatif, model Countenance, model Bebas Tujuan, model Context Input Process Prodct (CIPP), model Ahli/Connoisseurship. Secara singkat deskripsi model-model evaluasi tersebut adalah sebagai berikut.
Model Tyler sangat populer di bidang pendidikan karena model evaluasi ini menekankan adanya proses evaluasi langsung berdasarkan atas tujuan instruksional yang sudah ditetapkan. Esensi dari model evaluasi ini adalah suatu proses dan kegiatan yang dilakukan oleh evaluator untuk menentukan pada kondisi seperti apa tujuan program dapat dicapai. Model evaluasi Sumatif-Formatif merupakan aplikasi atau pengembangan dari model Tyler, banyak digunakan oleh pengajar untuk melakukan evaluasi terhadap program pengajaran. Evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dilaksanakan untuk periode waktu tertentu. Dalam evaluasi sumatif biasanya digunakan acuan penilaian, yaitu acuan norma atau acuan patokan. Evaluasi formatif dilakukan pada setiap pada akhir satu unit kegiatan untuk setiap tatap muka. Model evaluasi Countenance dikembangkan oleh Stake, yang secara garis besar model ini difokuskan pada evaluasi bagian awal (antecedent), tahap transaksi (transaction), dan pada hasil (outcomes). Model evaluasi bebas tujuan dikembangkan oleh Scrieven yang intinya bahwa evaluasi program dapat dilakukan tanpa mengetahui tujuan program itu sendiri. Model evaluasi context input process product (CIPP) merupakan model evaluasi yang menekankan pada evaluasi untuk aspek konteks (context), masukan (inpu)t, proses (process), dan hasil (product). Model evaluasi CIPP pada prinsipnya sangat mendukung proses pengambilan keputusan dengan mengajukan alternatif dan penindaklanjutan kosekuensi dari suatu keputusan. Model evaluasi ahli merupakan model evaluasi yang memiliki dua ciri khas yaitu a) manusia dijadikan sebagai instrumen untuk pengambillan keputusan dan b) menggunakan kritikan untuk menghasilkan konsep-konsep dasar evaluasi.
d. Langkah-Langkah Evaluasi
Untuk mendapatkan hasil yang benar dan tepat dalam kegiatan evaluasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Tujuan Evaluasi (mengapa evaluasi dilakukan).
2) Desain Evaluasi (model evaluasi, evaluator, jadwal, instrumen, dan biaya).
3) Instrumen Evaluasi (kualitas, uji coba).
4) Pengumpulan Data (sifat data, ketersediaan data, responden, dan waktu).
5) Analisis/Interpretasi Data (proses data: manual/ computer, pembaca/penafsir).
6) Tindak Lanjut (hasil untuk apa, obyektivitas hasil)_